Saya mencoba mencari beberapa referensi unutk menjawab pertanyaan, apakah benar-benar tidak ada Sita menyita dalam Cicilan Rumah Syariah. Kesimpulan yang bisa saya ambil adalah sebagai berikut.
Jika memang Developer tersebut berusaha mengaplikasikan Syariat islam seutuhnya dalam Transaksinya, maka Developer Syariah tersebut tidak akan menetapkan Sita dan Denda ketika terjadi macet atau gagal bayar oleh konsumen.
Namun saya juga menemukan Perumahan yang atas nama Syariah namun tetap menetapkan Denda dan Sita sebagai sanksi. Bagaiaman kira-kira hal seperti itu? Lalu, apa hal yang perlu kita siapkan agar menghindari terjadinya gagal bayar ya? Berikut penjelasanya …
Properti Syariah yang Masih menetapkan Sistem Denda dan Sita.

Pada kenyataanya masih banyak yang menggunakan label Properti Syariah, namun masih tetap melakukan BI Checking, Sita, dan Denda.
Padahal seperti yang kita ketahui, ada 3 jenis Properti syariah, yaitu: KPR Syaraih (tanpa bank), KPR Syariah dengan Bank Syariah, dan KPR Konvensional.
Dari tabel tersebut kita seharusnya sudah dapat mengerti bahwa ‘seharusnya’ cicilan langsung ke Developer Properti Syariah sudah pasti Cicilanya tetap, tidak akan ada Sita, Denda, Pinalty, dan akad-akad batil lainya.
Namun kenyataanya saya menemukan banyak juga yang mengatasnamakan Developer Properti Syariah namun masih menggunakan Sita, Denda, dan Pinalty … persis sistem yang sama yang digunakan di KPR syariah.
“Saya menemukan webnya namun rasa tidak enak juga kalau sampai saya screenshot dan saya pampang di blog ini“
Keputusan kembali kepada anda kira kira developer dengan transaksi seperti apa yang perlu anda pilih. Namun pendapat saya pribadi, jika masih bisa ada opsi untuk menggunakan developer yang sistem transksinya bisa 100% syariah dan aman dari akad yang batil dan dilarang, kenapa tidak.
Beberapa hal yang perlu anda perhatikan agar tidak terjadi gagal bayar:
#1. Buat layer kemanana secara finansial
Salah satu prinsip dari properti atau Rumah Syariah adalah tanpa BI Checking. Kalau kita perhatikan, kira kira siapa sih orang-orang yang terhalang BI Checking untuk memiliki rumah? .. tentunya para wiraswasta.
Jaid sebenarnya salah satu sektor konsumen besar di properti Syariah adalah para Wiraswasta yang sebenarnya memiliki kemampuan untuk memiliki rumah.
Dalam dunia wiraswasta, namanya resiko dan ketidakpastian adalah hal yang harus di hadapi dan ancamanya nyata. Bulan ini profit, bulan depan belum tentu. Tahun ini profit, bisa jadi bulan depan lagj seret seretnya.
Seperti halnya bisnis yang terancam tutup bahkan benar-benar tutup akibat virus Covid 19 yang sangat cepat sekali tersebarnya diseluruh indonesia.
#2. Memilih yang paling murah, belum tentu solusi
Jika keputusan dalam membeli rumah adalah satu-satunya, dan rumah tersebut akan anda gunakan untuk keluarga jangka panjang, sebagian orang berpendapat sebuah keluarga kecil akan cukup nyaman jika luasan rumah minimal 46m persegi.
Ukuran 46 meter persegi itu ukuran bangunanya. Jika lokasinya berada di tengah urban, tentu akan lebih baik jika ada luas lahan di bagian depan dan belakang.
Sangat disayangkan , jika seandainya kita sudah membeli rumah dan mencicilnya selama bertahun-tahun, ternyata dikemudian hari kita rasakan rumahnya terlalu sempit.
Ukuran minimal 46 meter persegi ini hanyalah pendapat sebagian orang. Anda bisa memastikanya sendiri dengan sementara mengontrak dengan rumah ukuran yang sama. Dari sana anda dapat mengira-ngira rumah dengan luasan berapa yang kira-kira akan anda incar.
#3. Perjelas semua dari awal bersama developer jika terjadi kendala bayar
Ada baiknya dalam wawacancara pertama bersama developer, ataupun dalam kesempatan-kesempatan lainya … anda tanyakan perihal dan prosedur saat teradi gagal bayar.
Silahkan berikan pertanyaan kritis seperti:
Bagaimana jika nanti saya gagal bayar dalam rentang waktu 3 bulan… Dikarenakan bisnis sedang lesu atau kebutuhan mendadak ?
Apakah developer memiliki opsi dan alternatif dalam membantu saya?
Jika terpaksa rumah yang sedang dicicil harus dilelang, bagaimanakah prosedur lelang nya?
- Bagaimana jika nanti saya gagal bayar dalam rentang waktu 3 bulan… Dikarenakan bisnis sedang lesu atau kebutuhan mendadak ?
- Apakah developer memiliki opsi dan alternatif dalam membantu saya?
- Jika terpaksa rumah yang sedang dicicil harus dilelang, bagaimanakah prosedur lelang nya?
- Jika rumah ini laku dengan harga 500 juta, sedangkan sisa cicilan saya adalah 200 juta. Apakah uang 300 juta menjadi hak saya sepenuhnya?
Dan berbagai pertanyaan lainya …
#4. Pastikan Developernya terdaftar di asosiasi
Salah satu tips membeli rumah dari developer adalah ‘developer tersebut sudah terdaftar dalam asosiasi’… tips ini berlaku untuk semua developer baik konvensional dan syariah.
Dalam properti syariah, ada Asosiasi besar bernama DPSI (Developer Prperti Syariah Indonesia). Berbeda dengan asosiasi developer biasa, yang melakukan cek pada profesionalitas developer saja. DPSI melakukan cek hingga transaksi yang dilakukan oleh developer ‘apakah sudah memenuhi kaedah-kaedah syariah’ atau belum.
Dalam kaedah syariah, kita telah mengerti bahwa transaksi tidak boleh ada yang namanya denda dan sita. Keputusan harus menguntungkan bagi kedua pihak .. dan yang menengahi hal tersebut adalah syariat islam.
Maka ketika perusahaan Developer tela terdaftar dalam Asosiasi seperti DPSI, maka bisa dikatakan kemungkinan besar sudah lolos dari cek transaksi yang batil , dan sudah dipastikan tidak ada yang namanya denda dan sita dalam transaksinya.
#5. Koorporatiflah dengan developer
Ketidak mampuan bayar tentu ada bermacam-macam. Bisa jadi karena bisnis sedang surut-surutnya, sedang ada kebutuhan mendadak seperti kesehatan, atau terkena PHK.
Tentu kita tidak menginginkan hal-hal seperti ini menimpa kita … namun yang namanya hidup kadang kala tidak bisa kita tebak cerita dan alurnya.
Ketika kita masih mencicil rumah syariah , namun terhalang untuk membayar akibat dari satu atau dua hal yang tidak kita inginkan. Setidaknya yang perlu kita lakukan adalah keterbukaan dengan developernya.
Jika memang bisnis sedang lesu, kita perlu katakan seadanya. Mana tau developer bisa bantu untuk melihat kesalahan bisnis yang kita lakukan.
Jika memang ada kebutuhan mendadak, kita perlu ceritakan apa adanya .
Jika memang terkena PHK, katakan saja … mana tau developer bisa membantu dengan mencarikan peluang pekerjaan.
Hubungan baik perlu adanya keterbukaan untuk dapat terus berlanjut. Walau tidak memungkiri ada informasi-informasi tertentu yang bentuknya privasi.
#6. Mindset INVESTASI
Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa ‘membeli rumah adalah investasi’. Karena harga tanah akan terus naik. Jadi tidak akan pernah rugi membeli rumah atau tanah.
Hal itu benar adanya. Berhasil membeli rumah artinya kita memiliki satu aset investasi yang besar. Memang kondisi secara keuangan disebut dengan kondisi Solid, bukan kas yang cair yang bisa di gunakan kapanpun.
Fakta itu benar namun kurang tepat.
Coba jawab pertanyaan berikut,
‘Apa alasan seseorang dalam menjual rumahnya?’ apakah karena ingin investasinya di cairkan?
Pada kenyatanya, orang tidak akan menjual rumah yang ditinggalinya kecuali benar-benar dalam keadaan terdesak. Betapa banyak kita lihat di sekeliling kita keluarga yang menolak untuk menjual rumahnya walaupun ditawar dengan harga yang sangat tinggi sekalipun … karena kenangan yang tertinggal pada rumah itu.
Faktor emosional yang besar ini akan sangat membingungkan bagi seseorang, dan pada akhirnya kita perlu mempertanyakan, ‘Apakah benar rumah yang kita beli untuk kita tinggali akan menjadi investasi bagi kita?’
Sehingga akan sangat mudah jika kita menjadikan rumah pertama sebagai tempat tinggal, sedangkan rumah berikutnya sebagai instrumen investasi.
Penjelasan lengkapnya ada pada poin berikutnya …
#7. Rumah pertama rumah kecil saja, rumah kedua investasi
Dengan memisahkan rumah yang akan digunakan untuk ditinggali dan investasi, maka akan semakin lebih mudah untuk kita melakukan strategi mengurangi beratnya cicilan.
Dalam hal ini ada 2 cara yang saya ketahui dan pelajari dari berbagai sumber. Yakni orang-orang yang membeli rumah , namun disaat yang bersamaan mereka juga berinvestasi disitu.
Beli rumah yang kecil dan agak tepi dari kota tidak mengapa. Setelah punya rumah untuk ditempati barulah membeli rumah dilokasi yang strategis untuk disewakan.
Cara ini selain kita berusaha untuk memiliki aset dan dapat mencicilnya, cicilan kita juga akan diringankan oleh sewa rumah setiap bulan / tahunya.
Jika diasumsikan dalam 15 tahun kedepan anda berhasil memiliki rumah tersebut … lalu bagaimana jika setelah itu anda menjualnya. Berapa harga yang layak untuk rumah tersebut? Tentu sangat tinggi kan?
Bisa juga setelah anda memilikinya anda jiadikan rumah tersebut sebagai rumah pribadi.
Tapi intinya adalah, bagaimana menurunkan biaya cicilan perbulan. Yakni perlu diawali dengan memisahkan rumah untuk ditinggali dengan rumah sebagai instrumen investasi yang bisa disewakan.
Apakah solusi tersebut akan sama-sama nyaman bagi kedua pihak?
Solusi tersebut , yakni langkah terakhir berupa menjual rumah yang sudah dicicilnya .. dengan harga kita sendiri yang tentukan, dan hasilnya pun nanti dibagi sesuai hak dan kewajiban. Ini sangat-sangat solutif.
Dari sisi developer, mereka mendapatkan haknya dengan jumlah yang tidak berubah. Sesuai kesepakatan awal.
Sedangkan kita sebagai konsumen juga diuntungkan. Cicilan yang selama ini kita perjuangkan tidak berakhir sia-sia dan disitu oleh bank.
Bahkan mungkin sisa dari penjualan bisa kita gunakan lagi untuk DP rumah maupun membeli tanah yang baru.
Berapa lama developer akan memberikan kesempatan hingga keputusan untuk menjual?
Tenggat waktu ini berbeda-beda tergantung dari ‘siapa developernya’.
Ada yang memberi kesempatan hingga 3 bulan, setelah itu akan ada mediasi untuk langkah beirkutnya. Ada juga yang bisa memberikan tenggat waktu lebih dari itu.
Tentu tidak serta merta langsung menuju alternatif terakhir, yakni penjualan aset. Melainkan ada tahapan panjang, dan pembicaraan antara kita sebagai konsumen dengan developer secara kekeluargaan.
Jika memang anda serong pebisnis, mungkin dari developer bisa berdiskusi dan membantu apa yang bisa dibantu.
Jika anda seorang karyawan, mungkin bisa dibantu carikan kerja.
Tapi disinilah maksud dari pembicaraan secara kekeluargaan.
Hingga jika memang sudah sangat sulit bagi kedua pihak. Yakni pembeli yang tidak kunjung memiliki dana untuk mencicil, dan developer pun butuh akan cicilan dari pembeli yang seharusnya lancar … maka akan dipiliihlah langkah terakhir yakni berupa penjualan aset.
Apakah Bank Syariah juga menggunakan Skema yang sama?
Sayang nya tidak, sampai saat ini yang saya ketahui bank syariah tetap akan menggunakan skema Denda dan Sita.
Oleh karenanya , kami sendiri juga masih meragukan sistem KPR syariah yang di gagas oleh bank, karena secara hukum syariah hal ini menjadi masalah.
Memang tidak ada sistem bunga, seperti yang ada di konvensional. Namun ketika kita menetapkan adanya sistem denda dan sita, pada akhirnya transaksi ini pun menjadi riba.